Minggu, 29 Agustus 2010

Senyum Kearifan Machiavelli

Senyum Kearifan Machiavelli

by Airlangga Pribadi on Sunday, February 28, 2010 at 10:39am
Senyum Kearifan Machiavelli
Minggu, 28 Februari 2010 | 00:08 WIB

Oleh : Airlangga Pribadi

Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga

Semua hal yang buruk dalam moral politik sepertinya selalu ditujukan pada nama filsuf klasik asal Italia, Niccolo Machiavelli. Dalam istilah umum, telah akrab ditelinga kita bahwa Politik Machiavelli adalah politik menghalalkan segala cara. Tapi, ada sisi lain yang dari Machiavelli yang berbeda.

Semesta pemikiran Machiavelli dalam pandangan umum selalu dirumuskan dalam sebuah tesis: Demi mempertahankan kekuasaan, segala cara menjadi sah untuk dilakukan oleh Sang Pemimpin, pertimbangan tentang yang benar justru menjadi penghambat bagi politisi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Berangkat dari pandangan umum ini, tidaklah salah apabila judul tulisan ini, Senyum Kearifan Machiavelli dianggap tidak sejalan dan kontradiktif dengan pandangan politik sang filsuf.

Berbeda dengan common sense yang selama ini tertanam kuat diruang publik akan citra Machiavelli yang diidentikkan sebagai filsuf yang mengajarkan pengejaran kekuasaan nir etika politik, tulisan ini akan menguraikan pandangan politik Machiavelli dalam sisi yang berbeda, bahkan dalam perspektif yang kontradiktif dengan sebuah cara pembacaan yang berbeda terhadap gagasan sang filsuf. Penulis biografi Machiavelli yaitu Maurizio Viroli dalam karyanya Niccolo’s Smile: A Biography of Machiavelli meletakkan Machiavelli dalam tradisi pemikiran civic republicanism. Machiavelli adalah tokoh yang merestorasi tradisi Romawi yang memaknai politik sebagai keadaban publik. Perspektif yang meletakkan pentingnya kehadiran partisipasi publik dalam ruang politik untuk menjaga eksisnya kebebasan, kebaikan dari tiap-tiap orang dalam kehidupan republik. Gagasan yang saat ini melekat dalam pohon pemikiran Civic Republicanism.

Sebelum kita menganalisis lebih jauh pandangan Republikanisme dari Machiavelli, mungkin terlebih dahulu patut untuk diketahui bahwa kompleksitas pemikiran Machiavelli yang kerapkali ditafsirkan secara ambivalen, terkadang dalam wajah yang penuh senyum kelicikan dan disisi lainnya memiliki wajah senyum ketulusan seorang patriotis republik (figur Machiavelli kerapkali ditafsirkan secara kompleks sebagai sumber dari pemikiran fasis kolektivis, proto liberal, marxist-revolusioner dan realis selain sebagai pemikir republikanisme) tidak dapat dilepaskan dari karir politiknya sebagai sekretaris dalam pemerintahan republik Italia setelah kejatuhan rezime monarkhi keluarga Medici.

Sebagai seorang penasehat rezime pemerintahan republik yang saat itu tengah menghadapi berbagai ancaman politik, Machiavelli memberikan nasehat-nasehat realistik terhadap pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan ditengah gempuran dan ancaman intrik-politik. Nasehat-nasehat inilah yang banyak tertuang dalam risalahnya Il Prince kemudian diinterpretasikan sebagai akar pemikiran mazhab realis. Sementara wajah yang berbeda dalam konteks pandangannya untuk menjaga spirit dari pemerintahan republik, mendorong gairah patriotisme dari warga negara untuk mencintai dan membela tatanan politik Republik Roma yang tertuang dalam karyanya Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai The Discourses on Livy) yang menempatkannya sebagai filsuf besar pendiri mazhab pemikiran Civic-Republicanism. Untuk selanjutnya dalam wajah senyum kearifan republikanisme inilah kita akan mengupas pemikiran-pemikiran dari Machiavelli.

Kearifan dan Korupsi

Dalam pengantarnya pada buku Discorsi, paralel dengan pandangan Aristoteles dan Cicero, Machiavelli menguraikan bahwa partisipasi warga dalam arena politik untuk menentukan yang baik dalam kehidupan bersama adalah aktivitas termulia dari setiap warganegara. Dalam irama argumentatif yang positif, Machiavelli menuangkan tesisnya, bahwa tujuan dari tatanan politik republik adalah menghadirkan keadaban publik, sehingga disinilah pemerintahan oleh rakyat lebih luhur daripada pemerintahan monarkhi yang dipimpin oleh seorang raja. Selanjutnya dengan paparan negatif, ia menegaskan bahwa keruntuhan kehidupan republik bermula ketika setiap warganegara mulai meninggalkan dan mencibir kearifan (dalam pandangan politik Machiavelli, kearifan merupakan sentral dari pemikiran politiknya) yang telah menjadi tradisi dari para pendiri republik.

Pertanyaan selanjutnya adalah ketika virtu (kearifan) telah ditinggalkan dan dianggap sebagai fosil zaman lampau oleh warganegara, karakter apakah yang bersemai dalam tatanan republik diambang keruntuhan. Watak apakah yang menjadi virus yang menyebar diantara warganegara pada senjakala republik. Menjawab pertanyaan ini, Machiavelli memberikan tekanan pada karakter koruptif yang menyebar baik dalam tindakan para elite pemimpin maupun warganegara, setelah kearifan publik meredup sebagai pintu pembuka bagi kehancuran republik. Seperti diulas oleh Iseult Honohan (2002) dalam karyanya Civic Republicanism Machiavelli memiliki pandangan menarik tentang korupsi yang menarik untuk diulas. Ia mengartikan korupsi dalam perspektif yang luas sebagai tindakan apapun yang menempatkan kepentingan personal diatas kepentingan publik. Perspektif Machiavelli tentang korupsi ini lebih luas dan lebih radikal daripada pengertian modern tentang korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau menggunakan uang negara untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain.

Korupsi menurut Machiavelli hadir dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan personal yang tidak diabdikan untuk kehendak publik, arogansi kekuasaan yang berlebihan, pengabaian terhadap tanggung jawab publik oleh warganegara dan penghindaran diri para pemimpin untuk menghadapi persoalan. Dalam konteks politik saat ini, korupsi dalam perspektif Machiavelli tentu lebih luas dari sekedar menyogok birokrat untuk kepentingan kelompok (gratifikasi), menggunakan uang negara untuk kepentingan pemenangan partai politik maupun pemimpin dalam pemilu namun juga seperti ketidakberanian dalam menghadapi persoalan publik dari seorang pemimpin yang takut harga dirinya runtuh dan pengabaian warganegara terhadap terjadinya berbagai kebusukan yang berlangsung dalam kehidupan publik.

Kehidupan publik memang menempati wilayah yang utama bagi Machiavelli, tidak saja dalam fikirannya bahkan dalam spiritualitasnya. Dalam risalahnya, ia mengkritik berbagai bentuk-bentuk ekspresi keagamaan yang hanya mengejar asketisme penyelamatan diri. Menurutnya spiritualistik seperti ini akan membawa individu pada karakter egoistik yang tersamar dalam bentuk pemujaan kepada yang transendental. Bagi Machiavelli, keutamaan pandangan keagamaan justru terletak pada ekspresi kegairahan untuk menjaga keadaban diwilayah publik, kearifan warganegara untuk hadir dalam wilayah politik.

Partisipasi dan Kebebasan

Sebagai aparatus, penasehat dan orator pengawal sistem politik republik, Machiavelli memiliki pendapat yang menarik tentang hubungan antara partisipasi dan kebebasan dalam mengawal republik. Berbeda dengan pendapat kaum liberal yang memahami partisipasi sebagai sebuah pilihan bagi tiap warganegara sebagai akibat dari kehadiran pemerintahan yang bebas, Machiavelli justru melihat bahwa kebebasan bukanlah sesuatu yang hadir begitu saja. Kebebasan dalam kehidupan republik dibentuk, dirawat dan dipertahankan oleh kehadiran partisipasi dari warganegara untuk menjaga nilai-nilai kearifan (virtu) tetap eksis dan menguat dalam wilayah republik. Kebebasan dalam pandangan Machiavelli yang mana ini menjadi tradisi pemikiran civic-republicanism adalah sesuatu yang hadir sebagai perjuangan politik warganegara. Demikianlah maka Machiavelli menguraikan bahwa partisipasi politik adalah ekspresi tindakan termulia dari setiap warga negara, sehingga melalui aktivitas itulah, kebebasan, kebaikan untuk semua hadirnya pemerintahan dan masyarakat yang bersih menjadi tujuan utama dari kehidupan politik dalam sebuah republik. Tentunya artikel yang singkat ini terlalu dangkal untuk mengelaborai sendi-sendi pemikiran kearifan republik dari Machiavelli. Namun demikian semoga maksud dari tulisan ini tercapai bagi para majelis sidang pembaca, agar kita tidak hanya melihat wajah culas dari gagasan Machiavelli, namun juga melihat senyum kearifan Machiavelli yang mendedikasikan fikirannya untuk mengawal republik dengan menyebarkan pentingnya hadirnya keadaban publik.



Biodata dan Karya



Niccolò Machiavelli lahir di Florence, Italia, 3 Mei 1469; meninggal di Florence, Italia, 21 Juni 1527 pada umur 58 tahun. Dia diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf.

Sebagai ahli teori, Machiavelli adalah figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa pada masaRenaisans. Dua bukunya yang terkenal, Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan Il Principe (Sang Pangeran), awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik di masa itu. Il Principe, atau Sang Pangeran menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seorang seseorang untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.



Nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, untuk menghalalkan cara untuk mencapai tujuan. Orang yang melakukan tindakan seperti ini disebut makiavelis. Karya-karya Machiavelli tidak hanya di bidang politik, tetapi juga sejarah, yaitu; History of Florence, Discourse on the First Decade of Titus Livius, a Life of Castruccio Castrancani, dan History of the Affair of Lucca.

Di bidang kesusasteraan, dia pernah menulis suatu tiruan dari the Golden Ass of Apuleius, the play Mandragola, serta Seven Books on the Art of War.

Tentu saja diantara karya-karyanya yang paling banyak dikenal adalah The Prince (1932). The Prince dinyatakan terlarang oleh Paus Clement VIII.



Selengkapnya karya-karya Machiavelli dalam bahasa Italia meliputi;

Discorso sopra le cose di Pisa (1499),

Del modo di trattare i popoli della Valdichiana ribellati (1502),

Del modo tenuto dal duca Valentino nell’ ammazzare Vitellozo Vitelli,

Oliverotto da Fermo (1502),

Discorso sopra la provisione del danaro (1502),

Decennale primo (1506 poema in terza rima),

Ritratti delle cose dell’Alemagna (1508-1512),

Decennale secondo (1509), Ritratti delle cose di Francia (1510),

Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (1512-1517),

Il Principle (1513), Andria (1517),

Mandragola (1518),

Della lingua (1514),

Clizia (1525),

Belfagor arcidiavolo (1515),

asino d’oro (1517),

Dell’arte della guerra (1519-1520),

Discorso sopra il riformare lo stato di Firenze (1520),

Sommario delle cose della citta di Lucca (1520),

Vita di castruccio Castracani da Lucca (1520),

Istorie fiorentine (1520-1525), dan Frammenti storici (1525).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar