Politik Masyarakat Jaringan
by Airlangga Pribadi on Friday, January 8, 2010 at 11:45am
Politik Masyarakat Jaringan
KOMPAS
Jumat, 8 Januari 2010 | 02:42 WIB
Oleh Airlangga Pribadi
Sepertinya titik terang kehidupan politik Indonesia akan muncul pada tahun 2010. Inisiatif menegakkan kehidupan bernegara yang lebih baik ini agaknya tidak berawal dari kesadaran aktor-aktor politisi di legislatif, partai politik, ataupun eksekutif, tetapi akan bermula dari kebangkitan warga negara.
Tepatnya upaya progresif masyarakat yang berjejaring melalui jaringan realitas virtual, berpotensi mengubah realitas politik Indonesia yang telah mengalami pendangkalan dan alienasi dari kehidupan publik.
Telah lebih dari satu dekade reformasi, ketidakpercayaan pu- blik terhadap realitas politik dan limbungnya pengelolaan negara hukum demokratik menjadi realitas dominan. Bulan-bulan terakhir tahun 2009 memperlihatkan pembalikan realitas muram tersebut ketika peran warga negara bangkit dari tidur lelapnya. Apatisme dan ketidakpercayaan terhadap bekerjanya aparatus ne- gara dan politisi, baik dalam ranah hukum, sosial, maupun politik telah berubah menjadi optimisme dan inisiatif untuk melakukan penegasan kehadiran warga negara dalam arena publik.
Hal ini terjadi ketika warga negara melakukan konsolidasi sosial dan pembingkaian peristi- wa-peristiwa sosial melalui situs- situs realitas maya. Pada kasus kriminalisasi petinggi KPK, skandal bail-out Bank Century, dan ketidakadilan hukum terhadap Prita Mulyasari, solidaritas publik tampil mengesankan.
Masyarakat jaringan
Hadirnya kekuatan masyarakat jaringan melalui internet untuk merehabilitasi kehidupan publik mendekatkan kita pada uraian Manuel Castells (2000) dalam karyanya The Rise of the Network Society. Menurut Castells, seperti lahirnya rel-rel kereta api yang menjadi penopang infrastruktur ekonomi penting bagi kelahiran kapitalisme industrial pada abad ke-19, perkembangan teknologi informasi melalui hadirnya internet dengan si- tus-situs website menjadi infrastruktur sosial-ekonomi-politik yang penting bagi proses global- isasi semenjak akhir abad ke-20.
Masa depan globalisasi yang berbasis masyarakat informasi tidak hanya memunculkan tafsir datar tentang prosesi perayaan kedangkalan dalam kehidupan sosial budaya dan politik. Perkembangan teknologi informasi dalam era globalisasi memiliki potensi untuk memberdayakan kreativitas kultural, mendorong kapasitas produktif dan membuka komunikasi interpersonal di wilayah publik.
Secara politik, percepatan arus teknologi informasi memberikan wadah luas bagi artikulasi warga negara, baik dalam ekspresi bentuk-bentuk gerakan sosial baru, penyebaran diskursus keagamaan liberatif maupun proses reclaiming politik oleh publik dari perilaku korup para politisi. Ketika praktik demokrasi representatif berjalan begitu dangkal dan menyuguhkan proses-proses keberjarakan politisi dari warga negara serta alienasi publik dari politik demokrasi, situs-situs seperti facebook, twitter, ataupun milis-milis diskusi dapat menjadi ruang baru untuk memulai proses konsolidasi warga negara.
Dalam hiruk-pikuk masyarakat jaringan, tiap-tiap orang melakukan tindak komunikasi bersama dengan warga yang memunculkan inisiatif dan inovasi untuk mengubah rutinitas dalam ruang sosial, politik, serta budaya yang begitu menjemukan dan hanya berpihak kepada mereka yang kuat. Tak hanya solidaritas bersama dan komunikasi inklusif yang dapat dibangun, proses perluasan dukungan publik terhadap suatu isu dapat diperluas dan diperkuat, bahkan melewati lintas batas bangsa dalam masyarakat jaringan informasi.
Kesempatan-kesempatan untuk mempertegas kekuasaan pu- blik di tengah politik perwakilan yang begitu berjarak dengan kehendak publik dapat diciptakan untuk menyatukan bahasa publik dalam membela kepentingan bersama. Pendeknya, kesempat- an-kesempatan yang terbentang dalam masyarakat jejaring reali- tas virtual ini memberi ruang un- tuk memperdalam praktik berde- mokrasi yang kini tengah mengalami proses pendangkalan.
Demokrasi virtual
Kesempatan tentunya tak hadir tanpa adanya tantangan. Demikian pula potensi bagi pendalaman demokrasi pada abad ke-21 ini juga tidak hadir tanpa kemungkinan tantangan dan hambatan terhadapnya. Sebagai sebuah media, jaringan informasi internet selain dapat digunakan bagi proses-proses edukasi dan perluasan demokrasi juga dapat dengan mudah digunakan untuk kepentingan yang bertolak belakang dengannya. Selain berpotensi mendorong pendalaman demokrasi dan penguatan gerakan sosial baru, realitas jejaring virtual juga dipadati oleh situs-situs dukungan terhadap gerakan fanatisme, teror, dan gagasan eksklusif yang mengajarkan kebencian kepada yang berbeda.
Pada sisi lain, arus kepentingan aparatus negara yang dapat terancam kepentingannya oleh bentuk-bentuk pendalaman demokrasi juga dapat menggunakan kekuasaan yang digenggamnya untuk menciptakan produk hukum yang dapat merepresi arus bebas informasi.
Ruang politik memang tidak terlepas dari ajang kontestasi dan pertarungan, tetapi Indonesia tahun 2010 dapat menjadi awal bagi proses perluasan dan pendalaman demokrasi melalui aktivitas masyarakat jaringan. Ini dapat menjadi tonggak awal bagi sesuatu yang dibayangkan oleh Muhammad Hatta tentang pemerintahan demokrasi sebagai ”pemerintahan oleh kaum yang terperintah”. Ketika warga negara terlibat langsung dalam aktivitas politik bagi penyelenggaraan kehidupan bersama dan mengawalnya dari penyelewengan tindak-tindak politik koruptif dan alienatif oleh elite yang berkuasa.
Airlangga Pribadi Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga
KOMPAS
Jumat, 8 Januari 2010 | 02:42 WIB
Oleh Airlangga Pribadi
Sepertinya titik terang kehidupan politik Indonesia akan muncul pada tahun 2010. Inisiatif menegakkan kehidupan bernegara yang lebih baik ini agaknya tidak berawal dari kesadaran aktor-aktor politisi di legislatif, partai politik, ataupun eksekutif, tetapi akan bermula dari kebangkitan warga negara.
Tepatnya upaya progresif masyarakat yang berjejaring melalui jaringan realitas virtual, berpotensi mengubah realitas politik Indonesia yang telah mengalami pendangkalan dan alienasi dari kehidupan publik.
Telah lebih dari satu dekade reformasi, ketidakpercayaan pu- blik terhadap realitas politik dan limbungnya pengelolaan negara hukum demokratik menjadi realitas dominan. Bulan-bulan terakhir tahun 2009 memperlihatkan pembalikan realitas muram tersebut ketika peran warga negara bangkit dari tidur lelapnya. Apatisme dan ketidakpercayaan terhadap bekerjanya aparatus ne- gara dan politisi, baik dalam ranah hukum, sosial, maupun politik telah berubah menjadi optimisme dan inisiatif untuk melakukan penegasan kehadiran warga negara dalam arena publik.
Hal ini terjadi ketika warga negara melakukan konsolidasi sosial dan pembingkaian peristi- wa-peristiwa sosial melalui situs- situs realitas maya. Pada kasus kriminalisasi petinggi KPK, skandal bail-out Bank Century, dan ketidakadilan hukum terhadap Prita Mulyasari, solidaritas publik tampil mengesankan.
Masyarakat jaringan
Hadirnya kekuatan masyarakat jaringan melalui internet untuk merehabilitasi kehidupan publik mendekatkan kita pada uraian Manuel Castells (2000) dalam karyanya The Rise of the Network Society. Menurut Castells, seperti lahirnya rel-rel kereta api yang menjadi penopang infrastruktur ekonomi penting bagi kelahiran kapitalisme industrial pada abad ke-19, perkembangan teknologi informasi melalui hadirnya internet dengan si- tus-situs website menjadi infrastruktur sosial-ekonomi-politik yang penting bagi proses global- isasi semenjak akhir abad ke-20.
Masa depan globalisasi yang berbasis masyarakat informasi tidak hanya memunculkan tafsir datar tentang prosesi perayaan kedangkalan dalam kehidupan sosial budaya dan politik. Perkembangan teknologi informasi dalam era globalisasi memiliki potensi untuk memberdayakan kreativitas kultural, mendorong kapasitas produktif dan membuka komunikasi interpersonal di wilayah publik.
Secara politik, percepatan arus teknologi informasi memberikan wadah luas bagi artikulasi warga negara, baik dalam ekspresi bentuk-bentuk gerakan sosial baru, penyebaran diskursus keagamaan liberatif maupun proses reclaiming politik oleh publik dari perilaku korup para politisi. Ketika praktik demokrasi representatif berjalan begitu dangkal dan menyuguhkan proses-proses keberjarakan politisi dari warga negara serta alienasi publik dari politik demokrasi, situs-situs seperti facebook, twitter, ataupun milis-milis diskusi dapat menjadi ruang baru untuk memulai proses konsolidasi warga negara.
Dalam hiruk-pikuk masyarakat jaringan, tiap-tiap orang melakukan tindak komunikasi bersama dengan warga yang memunculkan inisiatif dan inovasi untuk mengubah rutinitas dalam ruang sosial, politik, serta budaya yang begitu menjemukan dan hanya berpihak kepada mereka yang kuat. Tak hanya solidaritas bersama dan komunikasi inklusif yang dapat dibangun, proses perluasan dukungan publik terhadap suatu isu dapat diperluas dan diperkuat, bahkan melewati lintas batas bangsa dalam masyarakat jaringan informasi.
Kesempatan-kesempatan untuk mempertegas kekuasaan pu- blik di tengah politik perwakilan yang begitu berjarak dengan kehendak publik dapat diciptakan untuk menyatukan bahasa publik dalam membela kepentingan bersama. Pendeknya, kesempat- an-kesempatan yang terbentang dalam masyarakat jejaring reali- tas virtual ini memberi ruang un- tuk memperdalam praktik berde- mokrasi yang kini tengah mengalami proses pendangkalan.
Demokrasi virtual
Kesempatan tentunya tak hadir tanpa adanya tantangan. Demikian pula potensi bagi pendalaman demokrasi pada abad ke-21 ini juga tidak hadir tanpa kemungkinan tantangan dan hambatan terhadapnya. Sebagai sebuah media, jaringan informasi internet selain dapat digunakan bagi proses-proses edukasi dan perluasan demokrasi juga dapat dengan mudah digunakan untuk kepentingan yang bertolak belakang dengannya. Selain berpotensi mendorong pendalaman demokrasi dan penguatan gerakan sosial baru, realitas jejaring virtual juga dipadati oleh situs-situs dukungan terhadap gerakan fanatisme, teror, dan gagasan eksklusif yang mengajarkan kebencian kepada yang berbeda.
Pada sisi lain, arus kepentingan aparatus negara yang dapat terancam kepentingannya oleh bentuk-bentuk pendalaman demokrasi juga dapat menggunakan kekuasaan yang digenggamnya untuk menciptakan produk hukum yang dapat merepresi arus bebas informasi.
Ruang politik memang tidak terlepas dari ajang kontestasi dan pertarungan, tetapi Indonesia tahun 2010 dapat menjadi awal bagi proses perluasan dan pendalaman demokrasi melalui aktivitas masyarakat jaringan. Ini dapat menjadi tonggak awal bagi sesuatu yang dibayangkan oleh Muhammad Hatta tentang pemerintahan demokrasi sebagai ”pemerintahan oleh kaum yang terperintah”. Ketika warga negara terlibat langsung dalam aktivitas politik bagi penyelenggaraan kehidupan bersama dan mengawalnya dari penyelewengan tindak-tindak politik koruptif dan alienatif oleh elite yang berkuasa.
Airlangga Pribadi Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga
keren artikelnya. thank's.
BalasHapuswww.kiostiket.com